Asmoe Tjipto Darsono: Jejak Pahlawan Petani Indonesia
Dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, ada satu partai besar yang aktif dari 1951 s.d. 1965. Partai tersebut gerakannya sangat komprehensif, namun kini telah dikubur sangat dalam oleh sejarah politik bangsa ini. Tokoh-tokohnya digambarkan berperangai seperti iblis. Padahal, mereka banyak menyumbang pemikiran dan warisan intelektual kepada tanah air ini.
Partai yang dikutuk oleh sejarah ini mempunyai organisasi bernama Badan Tani Indonesia (BTI). Sebuah organisasi yang lahir bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia, lalu tergerus dalam politik kepentingan yang dimainkan oleh elit yang ingin berkuasa. BTI yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) ikut terseret dalam Peristiwa Madiun 1948. Orang-orangnya diberangus habis oleh tentara dari divisi siliwangi.
Tetapi kemudian organisasi itu berdiri kembali. Tentu dengan pemimpin yang baru dan arah organisasi yang baru pula, yang jauh dari wajah BTI pra Madiun 1948.
Asmoe Cipto Darsono, yang sebelumnya adalah pemimpin buruh, terpilih jadi ketua BTI saat dibukanya kongres nasional BTI pada jumat, 17 April 1959. Di bawah asuhan Asmoe, BTI mempunyai jutaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menurut Asmoe, sangat penting untuk merangkul kelas masyarakat yang kerap termarjinalkan melalui organisasi yang solid. Kelas masyarakat yang dimaksud Asmoe adalah petani, yang menjadi mayoritas rakyat Indonesia waktu itu.
Asmoe berkata: "Jika revolusi oktober di Rusia yang menjadi nahkodanya adalah kaum buruh, maka di Indonesia petani lah yang menjadi sokoguru dari revolusi. Kaum tani yang paling menderita dalam sejarah Kolonialisme, masa harus menderita lagi dalam negerinya sendiri sebagai rakyat merdeka."
Untuk itu, Asmoe melalui organisasi yang bernama Buruh Tani Indoneisa (BTI) membawa kaum petani yang miskin untuk memimpin revolusi Indonesia melalui serangkai program-program yang terstruktur. Seperti mmembebaskan petani di desa dari tahayul, memasukan literasi terkait pertanian kepada petani di desa-desa, dan melalukan riset tentang pertanian.
Menurut Asmoe: Sebagai anggota BTI tidak boleh menyerah terhadap hama atau ketergantungan terhadap pupuk buatan pabrik. Anggota BTI harus bisa menyingkirkan hama dan membuat pupuk sendiri.
Seruan Asmoe ini berhasil mengatasi hama tikus yang pada saat itu meluluh lantakan pertanian di seluruh Indonesia. Asmoe melalui BTI-nya menggunakan cara pembererangan terhadap lubang-lubang tikus, lalu kemudian membunuh tikus-tikus itu dengan cara konvensional, bukan dengan cara diracun seperti yang petani lakukan sebelumnya.
Organisasi petani yang sudah sangat kuat ini selanjutnya melakukan gerakan berupa riset tentang padi yang bisa ditanam di tanah yang sedikit airnya. Sehingga negara tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk membangun sistem irigasi. Gerakan kaum tani ini pun berhasil melakukan okulasi terhadap tanaman-tanaman buah dan sayur. Hasil dari praktik okulasi ini yang paling terkenal adalah Singkong Mukibat.
Selanjutnya, BTI melakukan penelitian terhadap pupuk organik agar petani tidak ketergantungan terhadap pupuk buatan pabrik. Semua hasil riset dan penelitian yang spektakuler ini bisa dibaca dalam buku berjudul: Kaum Tani Mengganyang Setan-setan Desa.
Sejarah reforma agraria yang saat ini diperjuangkan oleh aktivis dan kaum cerdik pandai, juga dimulai dari organisasi ini yang menekan pemerintah untuk melakukan reforma agraria (Land reform) sehingga melahirkan UU PBH dan UU PA 1960.
Alasan mengapa land reform atau reforma agraria harus dilakukan, karena mau sebagus apapun inovasi yang dilakukan oleh petani, tanpa lahan sendiri mereka tetap akan jadi kaum paling tertindas dalam negeri yang merdeka nan kaya ini.
Akibat pemerintahan Sukarno saat itu dinilai lamban dalam melaksanakan land reform, para petani yang sudah terorganisir dengan baik ini, sebagian kecilnya melakukan aksi perampasan tanah secara paksa. Aksi perampasan tanah ini dikenal dengan aksi sepihak.
Gara-gara aksi sepihak seluruh lawan politik dari partai yang menaungi BTI memanfaatkan momen untuk menyingkirkan partai tersebut dari panggung politik Indonesia.
Untuk yang kedua kalinya, BTI ikut teseret kembali dalam pertarungan elit politik yang ingin berkuasa. Tragedi Gestok 1965 yang melibatkan partai yang selama ini menaungi BTI, menjadi alasan bagi para musuh BTI dan para setan desa yang tidak menyukai gerakan petani ini memberangus BTI sampai ke akar-akarnya.
Ketuanya, Asmoe Cipto Darsono, ditemukan rebah di Cilacap. Namanya pun hilang dalam literasi pertanian di Indonesia. Semua jasanya tersebut menguap dan orang yang coba-coba mengorek kembali kiprahnya akan ikut dikafirkan sebagai orang yang memuja sosok iblis.
Bahkan, biografi tentang dirinya sendiri sangat sulit untuk ditemukan. Saya hanya menemukan kepiawaian Asmoe dalam memimpin organisasi petani yang kuat ini dari catatan-catatan koran Harian Rakjat dan dari buku Catatan dari Bawah.
Meskipun Asmoe namanya hilang ditelan oleh sejarah karena terkait dengan partai terlarang, tetapi warisan perjuangan dan sumbangsihnya terhadap dunia tani di Indonesia patut kita hormati.
Dan bagi saya, Asmoe adalah pahlawan kaum buruh tani Indonesia yang terlupakan.
Penulis: Aris Usboko, Anggota GMNI Universitas Tama Jagakarsa
Posting Komentar untuk "Asmoe Tjipto Darsono: Jejak Pahlawan Petani Indonesia"