Gerakan Pemuda dari Zaman ke Zaman.
Pada zaman pergerakan, yakni awal abad 20, para pemuda berlomba-lomba membuat organisasi sebagai wadah dari pergerakan mereka dalam melawan Kolonialisme Belanda. Pada zaman itu para pemuda melawan tidak dengan cara kekerasan seperti yang dilakukan oleh Trunojoyo, Untung Suropati, atau Diponegoro. Zaman itu para pemuda melawan Kolonialisme dengan menerbitkan surat kabar berupa koran dan majalah, mendirikan sekolah bagi bumiputera dan mendidik para pemuda dengan literasi serta mendidik masyarakat dengan organisasi.
Lahirlah organisasi-organisasi seperti Syarekat Islam, Budi Utomo, Insulinde, SATV, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, dan lain-lain. Di zaman itu pun terbit berbagai macam surat kabar terbitan bumiputera yang diinisiasi oleh Tirto Adi Suryo dengan koran Soenda Berita, Medan Prijaji, dan Putri Hindia-nya. Selanjutnya, masing-masing organisasi menerbitkan korannnya sendiri-sendiri.
Para pemuda zaman pergerakan yang terlibat dalam aktivisme politik sangat rajin menulis. Mereka berlomba-lomba menerbitkan tulisannya di surat kabar terbitan organisasi tempat mereka bergabung. Karena pada zaman itu menulis adalah intellectual fashion yang wajib diikuti oleh para pemuda yang mendaku dirinya aktivis (Bandingkan dengan aktivis politik zaman sekarang yang lebih suka selfie ketimbang menulis).
Puncak dari semua pergerakan pemuda zaman itu adalah 28 Oktober 1928, saat sumpah pemuda diikrarkan. Sumpah yang mengikat seluruh organisasi pemuda kala itu untuk menyatukan visi dan misinya, yakni Indonesia Merdeka.
Memasuki dekade 1930-an, pemerintah Kolonialisme Belanda tambah represif untuk membungkam organisasi-organisasi pemuda. Pada tahun ini terjadi kemandegan, gara-gara banyaknya tokoh-tokoh sentral yang dipenjara, diasingkan, dan dibunuh. Tahun ini Tjokroaminoto meninggal, Sukarno dipenjara, Amir dan Sjahrir bergerilya di tataran akar rumput.
Pegerakan pemuda mendapatkan nafasnya kembali saat memasuki tahun 1940-an. Diawali dengan pecahnya perang dunia kedua yang berakibat digilasnya negara Belanda oleh Jerman. Pemerintah Kolonialiisme Belanda di Indonesia pun ikut digilas oleh sekutu Jerman, yakni Jepang. Para tahanan politik zaman Belanda banyak dibebaskan karena Jepang meminta agar para tokoh sentral pegerakan itu membantu Jepang dalam perang pasifik melawan tentara sekutu.
Zaman ini para pemuda mendapatkan pendidikan militer dari tentara Jepang dan banyak berdirinya organisasi-oranisasi pemuda dengan corak militerisme seperti PETA dan PUTERA.
Setelah Prokalmasi, Indonesia masuk pada zaman revolusi. Di zaman revolusi pergerakan pemuda lebih bersifat militan dengan melakukan perlawanan-perlawanan secara langsung dengan pihak Inggris yang ingin mengakuisisi Indonesia sebagai harta rampasan perang untuk diberikan kepada sahabtnya, Belanda. Corak pergerakan pemuda zaman ini sangat kontras dengan corak pergerakan zaman pegerakan. Tembak menembak, bom, mortir, suara tembakan dari pesawat mewarnai pergerakan pemuda zaman revolusi. Di zaman ini organisasi pemuda yang paling kuat dan solid adalah Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).
Setelah melewati zaman revolusi yang penuh dengan pergolakan, pergerakan para pemuda memasuki zaman baru. Di zaman ini para pemuda semuanya aktif dalam kepartaian atau organisasi yang berada di bawah naungan partai. Setidaknya ada empat partai besar di zaman ini yang memiliki kader paling banyak. Pertama PNI, kedua Masyumi, ketiga NU, dan keempat PKI.
Empat partai itu mendominasi parlemen dan tentu saja saling serang satu sama lain. Puncak dari perseteruan itu adalah saat Masyumi dibubarkan karena terlibat dalam pemberontakan PRRI/Persemesta di Sumatera dan Sulawesi. Banyak tokoh-tokoh muslim yang dipenjara, salah satunya adalah Buya Hamka.
Zaman ini banyak pemuda yang menceburkan diri ke organisasi-organisasi di bawah naungan partai, karena peran partai sangat bepengaruh besar dalam era ini. Hingga semuanya berubah saat meletusnya petaka satu oktober 1965 (Gestok) yang menyeret organisasi di bawah naungan PKI seperti Pemuda Rakyat ke dasar jurang kematian. Kader-kadernya banyak dibunuh, petinggi-petingginya dibuang dan dipenjarakan tanpa proses pengadilan.
Zaman ini dinamakan zaman peralihan. Karena waktu itu Sukarno digantikan oleh Suharto. Tokoh-tokoh terkenal di zaman ini yang paling terkenal adalah Soe Hok Gie dan Rahman Toleng. Organisasi yang terlibat dan kemudian menjadi terkenal adalah GP Ansor, KAMI, dan HMI.
Zaman peralihan selesai dan pegerakan pemuda memasuki zaman baru yang bernama Orde Baru. Di zaman ini tidak banyak pegerakan karena Harto dengan Orde Barunya sangat ganas dalam menumpas aksi-aksi subversif. Harto dengan bebasnya membungkam suara dan menghilangkan nyawa warga negara dengan dalih Pancasila. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan Harto zaman itu adalah Petrus, Malari, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Tanjung Priuk, Tragedi Trisakti, Tragedi Timor Timur, dan Tragedi Semanggi.
Akibat banyaknya tindakan yang dinilai sudah keterlaluan, maka meletuslah peristiwa 98 di mana pemuda dan rakyat berhasil menduduki gedung parlemen. Peristiwa 98 ini tidak berdiri sendiri. Sebelumnya sudah terjadi peristiwa 27 Juli 1996 (Kuda Tuli) yang melahirkan banyak tokoh-tokoh pemuda seperti Budiman Sudjatmoko dan Widji Thukul.
Meskipun pada akhirnya Harto terjungkal, tapi tidak dengan sistem Orde Barunya.
Memasuki zaman reformasi, pegerakan pemuda tidak serta merta menjadi lebih ringan. Sebab, di zaman ini para pemuda tidak melawan otoritas yang sudah jelas seperti pemerintahan Kolonialisme Belanda seperti di zaman pergerakan atau tentara sekutu yang berusaha merebut kembali Indonesia pada rangkulan Kolonialisme.
Zaman reformasi para pemuda bergerak melawan entitas yang sangat kuat berupa sekumpulan orang yang terdiri dari penguasa, mafia, dan pengusaha yang lazim disebut oligarki.
Oligarki dengan segala peralatan yang dimilikinya berupa Ormas, LSM, UU, Angkatan Bersenjata, bisa membungkam siapapun tanpa peduli jabatannya apa atau anak siapa dengan peralatan yang mereka miliki. Ditambah para pemuda yang tergabung dalam masyarakat ilmiah (mahasiswa), kini sangat mandul dalam bergerak, baik secara tulisan maupun aksi massa, menambah suram kondisi Indonesia hari ini.
Penulis: Aris Usboko, Anggota GMNI Universitas Tama Jagakarsa
Posting Komentar untuk "Gerakan Pemuda dari Zaman ke Zaman."